Sabtu, 10 Oktober 2020

Day 10: Best Friends

Gue rada susah nyambung sama orang baru. Makanya, temen deket gue itu berkutat di orang-orang yang itu-itu aja.


Karena mereka itu, pastinya sefrekuensi banget sama gue. Walaupun sefrekuensi banget, tetep ada masa ‘probation’ (?) yang cukup lama sampe akhirnya mereka gue anggep deket.


Well. Friends means a lot for me. Orang-orang tersebut udah hadir di hidup gue cukup lama, dan udah paham gue banget luar dalem. Sejujurnya, kehadiran teman-teman gue ini terasa lebih dekat dan hangat daripada sepasang manusia yang seharusnya menghadirkan perasaan itu.


Seorang diantaranya udah gue kenal sejak SMA. Dikarenakan ada (sedikit) kesamaan latar belakang keluarga, kesamaan ketertarikan akan negara Jerman, dan sefrekuensi ketika sedang berbincang-kita bisa ngobrolin suatu topik yang menjadi common ground selama berjam-jam.


Membicarakan soal masa lalu, hubungan, depresi dan kesehatan mental, maupun agama dan ketuhanan. Seorang tersebut telah hadir menemani selama sekitar 10 tahun hidup gue dan bersedia diganggu ketika gue sedang dalam fase depresi di pagi buta.


14 Nov 2012, Ketika doi masih jilbaban.
Btw kita ga punya foto bareng yang baru Tan :(

Yang seorang lagi, kawan deket gue dari kampus. Pertama kali ketemu sih, biasa aja, ga banyak ngobrol. Penampilan dia saat itu emang cukup menarik perhatian banget. Gondrong sebahu, berkaos band metal, dan bertattoo di lengan kiri atasnya.


Semester 5 di kampus, ternyata gue satu kelas sama dia sampe semester 6. Karena banyaknya tugas kelompok di semester 5 ini-yang adalah tugas membuat short movie-menjadikan gue sangat sering main ke rumah dia, bahkan sampe nginep.


Gue juga jadi sangat mudah nginep di rumah dia, izinnya gampang, karena Ayah juga kenal dia. Bisa kenal pun karena, Ayah adalah dosen mata kuliah untuk tugas short movie tersebut.

Di sisi lain, rumah dia itu deket banget dari rumah pacar gue waktu itu.


Semester 5 selesai.

Pre-prod, shooting, post-prod, presentasi di depan Ayah Pak Dosen, sukses. Sekelompok dapet nilai A. Bukan, bukan karena gue anak dosen. Bokap gue emang dikenal murah buat memberi nilai, Tapi, biasanya sebagus apapun hasil akhir filmlu, akan tetap dapet notes yang banyak dari bokap gue.


Maksudnya, dia melihat dari sisi profesional, film ini bisa dikembangkan sampai segimana dari sisi teknis, penulisan cerita, dan sebagainya. Beliau pun memberi nilai A bukan karena sembarang murah hati. Tapi karena menurut tolak ukur Ayah, nilai tersebut udah sangat pantas buat kami yang bukan profesional bisa memberikan output yang seperti itu.


Setelah presentasi, gue sama temen gue ini pulang bareng. Gue lupa kenapa dia nggak bawa motor sendiri waktu itu. Udah sampe di depan rumahnya, saatnya gue cabut.


Di saat itu, dia tiba-tiba ngomong.


“Fal.

Gue pengennya sih, film ini udah selesai, kita tetep main, lu tetep main ke rumah”.


Itu pertama kalinya ada orang yang ngomong begitu ke gue. Menyentuh. Gue merasakan ketulusan di situ. Really, I don’t know how to respond actually.


Ketika semester 6, gue sekelas lagi sama dia, kelas Bahasa Mandarin. Tapi dia di tengah semester tiba-tiba cuti, sempet lost contact. Mungkin ada kesibukan apa gitu gue pikir.


Tapi banyak kejadian yang akhirnya bikin gue makin deket lagi. Dia putus sama pacarnya waktu itu, dan nggak lama setelah itu, pacar gue meninggal. Menggalau bersama.


Dia sempet deket sama orang lagi setelah itu. Yang berujung cewek itu yang mutusin dan entah kenapa temen gue ini bisa galau banget karena orang itu. Galau pt. II.


Mulai cari pengalihan, riding bareng, kemana-mana bareng, iseng ngemall lah, dan sebagainya.


Eniwei, gue bukan anak mall banget. Berbanding terbalik 180 derajat sama pas gue masih SD.


Sekarang, gue ama dia dah kayak biji. Dimana ada dia, ya ada gue juga. Ga setiap saat juga sih. Tapi ketika gue menghilang dari rumah, udah bisa dipastikan gue ke rumah temen gue ini.


Beruntungnya gue, dia juga bisa dijadikan panutan buat perkembangan diri dan soal perbisnisan. Dia dikelilingi orang-orang hebat yang dia jadikan mentornya.


Nggak, kisah hidupnya juga ga mulus-mulus amat. Tapi jadinya banyak juga pelajaran berharga yang bisa diambil dari kisah hidupnya.


Berkawanlah sampai dianggap homoan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar